KURIKULUM SMP 1975
Kurikulum SMP 1975 berlaku
berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 008-D/ U/1975 tertanggal 17 Januari 1975 tentang Pembakuan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama (Depdikbud,
1978). Adapun latar belakang munculnya Kurikulum 1975 adalah sebagai berikut.
Setelah Kurikulum SMP
Tahun 1968 berjalan selama kurang lebih 6 tahun, kurikulum tersebut perlu disesuaikan dengan tuntutan perkembangan dan perubahan zaman dan masyarakat.
Program-program, kebijakan-kebijakan, dan
fenomena yang telah mempengaruhi dan
melahirkan perubahan-perubahan tersebut antara lain:
- Kegiatan pembaharuan pendidikan selama Pembangunan Lima Tahun (PELITA) I yang dimulai pada tahun 1969telah melahirkan dan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang sudah mulai memasuki pelaksanaan sistem pendidikan nasional
- Kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
- Hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau kembali kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional,
- Inovasi dalam sistem belajar mengajar yang dirasakan dan dinilai lebih efisien dan efektif telah memasuki dunia pendidikan di Indonesia,
- Keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan mendorong petugas-petugas pendidikan untuk meninjau kembali sistem yang sedang berlaku.
Hal-hal tersebut merupakan faktor-faktor
yang melatarbelakangi
perlunya peninjauan kembali kurikulum SMP/ SMA agar
lebih sesuai dengan tuntutan perubahan, dan
lebih efisien dan efektif dalam
menunjang tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Pada saat itu pemerintah menganggap bahwa kenyataan-kenyataan, kebijakan baru, dan inovasi baru di bidang pendidikan belum dipertimbangkan pada saat
mengembangkan kurikulum 1968.
Oleh karena itu, disebutkan bahwa tema pengembangan Kurikulum 1975
adalah untuk menyelaraskan Kurikulum SMP/SMA dengan kebijaksanaan baru di bidang pendidikan nasional, dan inovasi di
bidang sistem belaj ar mengajar dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun.
Dalam menyusun dan membakukan kurikulum 1975 digunakan
beberapa prinsip yang memungkinkan
sistem pendidikan di sekolah
benar-benar lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip
itu adalah : (1) Prinsip Fleksibilitas Program, (2) Prinsip Efektifitas dan Efisiensi, (3) Prinsip Berorientasi pada Tujuan, (4) Prinsip Kontuinitas, dan (5) Prinsip Pendidikan Seumur Hidup.
Kurikulum SMP 1975 tersusun atas 3 (tiga)
macam program pendidikan: (1) Program Pendidikan Umum; (2)
Program Pendidikan Akademis; dan (3)
Program Pendidikan Keterampilan.
Program
pendidikan umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
a.
Pendidikan
Agama;
b.
Pendidikan Moral Pancasila;
c.
Pendidikan
Olahraga dan Kesehatan;
d.
Pendidikan
Kesenian.
Program pendidikan akademis wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
a.
Bahasa Indonesia;
b.
Bahasa
Daerah;
c.
Bahasa
Inggris;
d.
Ilmu
Pengatahuan Sosial;
e.
Matematika;
f.
Ilmu
Pengetahuan Alam.
Program pendidikan keterampilan
terdiri atas:
a.
Pendidikan
Keterampilan Pilihan Terikat, yang dapat dipilih di antara:
1.
Praktik
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga;
2.
Teknik;
3.
Jasa;
4.
Agraria;
5.
Maritim;
6.
Industri;
7.
Kerajinan.
b.
Pendidikan
Keterampilan Pilihan Bebas, yang dapat dipilih di antara:
1.
Praktikum
Ilmu Alam;
2.
Praktikum
Ilmu Hayat;
3.
Konversasi-diskusi;
4.
Olahraga
Prestasi;
5.
Kesenian;
6.
Usaha
Kesehatan Sekolah
Dalam
Kurikulum SMP 1975 dinyatakan
bahwa pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam bidang
studi yang relevan. Jam pelajaran untuk
setiap minggu untuk setiap kelas berjumlah 37 dengan ketentuan bagi kelas yang memberikan pelajaran bahasa daerah, jam pelajaran setiap minggu
berjumlah 39. Alokasi waktu untuk setiap
bidang studi adalah seperti tampak pada tabel berikut.
Tabel. Struktur Kurikulum SMP 1975
Program
|
Bidang Studi
|
Kelas
|
|||||||||
I
|
II
|
III
|
|||||||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||||||
Umum
|
|||||||||||
1.
Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|||||
2.
Pend. Moral Pancasila
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|||||
3.
Olahraga & Kesehatan
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|||||
4.
Kesenian
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|||||
Sub
Jumlah
|
9
|
9
|
9
|
9
|
9
|
9
|
|||||
Akademik
|
5.
Bahasa Indonesia
|
5
|
5
|
5
|
5
|
4
|
4
|
||||
6.
Bahasa Daerah*)
|
2
|
2
|
2
|
2
|
-
|
-
|
|||||
7.
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|||||
8.
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|||||
9.
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
|||||
10.
Ilmu Pengetahuan Alam
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|||||
Sub
Jumlah
|
22
|
22
|
22
|
22
|
22
|
22
|
|||||
Sub
Jumlah**)
|
24
|
24
|
24
|
24
|
24
|
24
|
|||||
Pendidikan Keterampilan
|
11.
Pilihan Terikat
|
6
|
-
|
6
|
-
|
6
|
-
|
||||
12.
Pilihan Bebas
|
-
|
6
|
-
|
6
|
-
|
6
|
|||||
Jumlah jam pelajaran per minggu
|
37
|
37
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||||
Jumlah jam pelajaran per minggu**)
|
39
|
39
|
39
|
39
|
39
|
39
|
|||||
Catatan :
*) Bagi Daerah yang menyelenggarakan Bahasa
Daerah
**) Termasuk Bahasa Daerah
Metode penyampaian di SMP digunakan pendekatan berdasarkan
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) yang dikembangkan melalui Metode Satuan Pelajaran. Setiap guru harus dapat menyusun rencana pelajaran, baik
dalam satuan besar seperti program
semester, maupun satuan-satuan pelajaran terkecil menurut satuan konsep atau pokok bahasan yang
dapat diselesaikan oleh siswa dalam waktu paling sedikit 2 (dua) jam pelajaran.
Dengan pendekatan ini pula guru dituntut
untuk dapat bekerja dan berpikir
secara taktis, yaitu selalu berusaha memilih
jenis dan cara belajar yang paling efisien
dan efektif bagi tercapainya tujuan
pendidikan.
Kurikulum 1975 memandang
proses pembelajaran sebagai suatu sistem
dengan perlunya disusun satuan pelajaran.
Sistem ini membawa konsekuensi pada
pelaksanaan penilaian kemajuan belajar
siswa. Sejalan dengan pendekatan ini, Kurikulum SMP tahun 1975
menuntut dilakukannya penilaian
kemajuan belajar siswa pada setiap
akhir satuan pelajaran yang terkecil dan memperhitungkan nilai terakhir yang
akan dimasukkan dalam laporan kemajuan belajar siswa (rapor). Sistem ini
memungkinkan guru untuk mengikuti
kemajuan belajar siswa dengan frekuensi yang lebih tinggi, dan akan mendorong siswa untuk belajar berkelanjutan secara aktif.
Penilaian dalam Kurikulum 1975 dilakukan dalam ulangan harian, ulangan semester,
dan ujian sekolah. Ulangan harian dan ulangan semester
dilakukan oleh guru dan dijadikan sebagai
dasar untuk pemberian nilai dalam
rapor dan kenaikan kelas, sedangkan ujian
sekolah dikoordinasikan dalam rayon (tingkat kabupaten atau
provinsi) untuk menentukan kelulusan. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian dan pilihan ganda. Penentuan kenaikan kelas dan kelulusan dilakukan sekolah.
Adapun cara penentuan
nilai rapor dilakukan dengan penggabungan hasil penilaian formatif dan
sumatif. Langkah-langkahnya
adalah (a) mengubah
hasil penilaian formatif
ke dalam nilai berskala 1-
10, dan (b) menghitung
nilai rata-rata
hasil penilaian sumatif dengan hasil penilaian formatif. Pedoman kenaikan kelas
dalam Kurikulum 1975 dinyatakan bahwa seorang siswa naik kelas bila pada semester II jika (a) tidak ada nilai 3 (tiga), (b) nilai
rata-rata bidang studi adalah 6 (enam), dan (c) apabila terjadi hal-hal yang meragukan
berkenaan dengan kriteria
yang
berlaku,
keputusan diserahkan kepada wali kelas dan kepala sekolah.
Referensi :
Depdiknas. 2010. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP.
Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2010. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP.
Jakarta : Depdiknas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar