Dilihat dari sudut terminologi, menurut Nasution dalam
Hasibuan (2010 : 6), pengertian kurikulum mencakup ke dalam tiga pengertian.
Pengertian pertama disebut dengan pengertian tradisional. Menurut pengertian
ini kurikulum didefenisikan sebagai "sejumlah mata pelajaran atau bahan
ajar yang harus dikuasai oieh murid atau diajarkan oleh guru untuk mencapai
suatu tingkatan atau iiazah". lnti pengertian ini menunjukkan bahwa
kurikulum adalah mata pelajaran. Yang dimaksud dengan mata pelajaran di sini
adalah pengetahuan yang sudah disistemetisasikan dalam bentuk ilmu pengetahuan
yang dipelajari atau dibelajarkan kepada siswa oleh guru.
Nasution beranggapan
bahwa pemaknaan pendidikan dalam pengertian ini adalah sempit, karena ruang lingkup
kurikulum yang sangat terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan di ruang kelas (intra kurikuler). Pengertian kurikulum yang
membatasi kegiatan kurikulum hanya di ruangan kelas, jika dilihat dari sisi pendidikan
moderen sudah tidak memadai lagi untuk dilaksanakan, mengingat situasi zaman
yang sudah berubah yang menuntut penguasaan terhadap permasalahan kehidupan
yang semakin kompleks.
Jika pada
zaman dahulu, pengertian tradisional cenderung membatasi aktivitas kurikulum
terbatas pada kegiatan di ruangan kelas dapat dimaklumi, karena kegiatan yang
dilaksanakan di ruangan kelas masih sejalan dengan setting kebutuhan masyarakat
tradisional yang masih sederhana. Karena itu program pembelajaran masih dinilai
memadai untuk memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhan individu
atau masyarakat yang ada pada masa itu.
Lain halnya
untuk masa sekarang dimana pemaknaan kurikulum tradisional sudah dinilai sangat
sempit, sehingga tidak memadai lagi untuk diperhatikan. Karena itu pakar-pakar
kurikulum mengkritisi pengertian kurikulum tradisional, dan menyesuaikan
pengertian tersebut sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan masyarakat. Berdasarkan
kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pengertian kurikulum tradisional, maka
pakar-pakar pendidikan memunculkan pengertian kurikulum moderen.
Menurut
pandangan moderen, kurikulum diartikan sebagai "segala upaya sekolah untuk merangsang anak belajar apakah di ruangan
kelas, di halaman dan di luar sekolah". Pengertian seperti ini antara
lain dapat dilihat dari pengertian Harold
B. Alberty dan Elsie J. Alberty yang menyebutkan; "All of the octivities that are provided for students by the school ..."
(semua aktivitas yang disediakan untuk siswa oleh sekolah...).
Demikian
juga definisi kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler sebagai dikutip oleh Daniel
Tanner dan Laurel N. Tanner (Hasibuan,
2010 : 7) yang berbunyi; "All of the
learning of students which is planned by and directed by the school to attain
its educationol goals". Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum diartikan
sebagai semua kegiatan pembelajaran siswa yang direncanakan dan diarahkan oleh
sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian-pengertian
kurikulum moderen sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh Nasution menuniukkan bahwa makna kurikulum tersebut tidak
lagi hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan formal seperti yang dilakukan di
ruangan kelas, tetapi makna kurikulum sudah meluas mencakup kegiatan-kegiatan belajar
yang terjadi di halaman dan di luar sekolah. Artinya, makna kurikulum mencakup keseluruhan kegiatan belajar
peserta didik yang direncanakan oleh sekolah sepanjang anak didik tersebut masih
terikat dengan lembaga pendidikan yang diikutinya. Hal ini berarti bahwa apa
saja kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh seorang anak apakah itu di
sekolah, di halaman atau di luar sekolah semuanya disebut kurikulum, sepanjang
kegiatan itu masih mempunyai hubungan dengan kegiatan pendidikan yang dikembangkan
di sekolah.
Berdasarkan
pengertian yang demikian, maka yang sering menjadi problem adalah bagaimana
sekolah mampu membuat dan mengembangkan perencanaan pembelajaran yang mampu merangsang
berkembangnya kegiatan-kegiatan belajar dari para peserta didik, di sekolah dan
di luar sekolah. Perencanaan seharusnya bertolak dari data (konkrit) yang dapat
memberi jaminan untuk meraih hari esok atau masa depan yang lebih baik. Karena
itu kurikulum sebagai rencana juga harus berangkat dari sesuatu yang "real"
menuju sesuatu yang abstrak yaitu pencapaian tujuan pendidikan.
Pengertian-pengertian
seperti di atas pada akhirnya menempatkan kurikulum sebagai "sesuatu"
yang sangat dominan dan penting dalam kegiatan sekolah, karena kurikulum sebagai
"rencana sekolah" dalam arti luas berarti mencakup makna manajemen, mekipun dalam arti biasa dibatasi pada makna
"what to teach" apapun kegiatan sekolah. Segala-galanya harus
direncanakan dan diciptakan untuk kepentingan kemajuan sekolah dan peserta didik.
Oleh karena
itu, salah satu implikasi dari dianutnya makna kurikulum moderen oleh sekolah dan
peserta didik , agar pihak-pihak tertentu yang menentukan prograrn sekolah
dapat menempatkan kurikulum sebagai "kunci" di dalam pengembangan
manajemen dan perencanaan sekolah. Hal ini perlu ditegaskan karena pada
dasarnya, inti kegiatan pendidikan terJetak pada kurikulum. Oleh karena itu
tidak heran jika banyak pihak yang sangat berharap kepada kurikulum, sehingga
mereka berpandangan jika terjadi kegagalan dalam pendidikan maka yang mereka
jadikan sebagai "kambing hitam" adalah kurikulum. Sementara
kegagalan-kegagalan tersebut belum secara pasti menunjukkan kekurangan pada
kurikulum. Bisa jadi kurikulum sesunguhnya sudah baik atau benar (dilihat dari
ilmu dan teori-teori kurikulum), namun yang menjadi penyebab kegagalan justru
terjadi di luar kurikulum. Dikatakan demikian karena kurikulum itu sesungguhnya
adalah dokumen (benda mati), bukan benda bernyawa yang mampu menggerakkan
dirinya sendlri. Oleh sebab itu yang menentukan keberhasilannya adalah bergantung
kepada motornya sendiri yaitu sumber daya manusia; apakah itu pemerintah,
kepala sekolah, guru, siswa, maupun orang tua dan masyarakat.
Pengertian
kurikulum moderen oleh Alice Miel
sebagaimana dikutip oleh Nasution, mernpertegas makna kurikulum rnencakup
keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, kecakapan,
dan sikap orang-orang yang meladeni dan diladeni di sekolah mulai dari anak
didik, masyarakat, para pendidik, juru tulis, pegawai dan pimpinan sekolah,
sampai kepada pelayan sekolah seperti tukang sapu atau penjaga sekolah. Semua
unsur ini dinilai memberikan pengaruh kepada minat siswa untuk belajar di
sekolah. Pengertian ini semakin menunjukkan makna penting kurikulum untuk diimplementasikan melalui manajemen
dan perencanaan pendidikan di setiap lembaga pendidikan. Bahkan, kurikulum perlu
dijadikan sebagai "standar” dalam menentukan perencanaan pendidikan
seperti apa yang hendak dilaksanakan. Hal ini untuk menghindari "pemborosan"
dalam pengembangan pendidikan, karena sesuatu yang dihasilkan dari perencanaan,
kenyataannya belum pasti memberikan pengaruh positif terhadap minat siswa untuk
mengembangkan kegiatan pembelajaran. Padahal inti dari semua kegiatan pendidikan
itu adalah kegiatan belaiar (kurikulum) yang dilakukan oleh peserta didik.
Selain dari
pengertian-pengertian di atas, ada lagi pengertian kurikulum yang lebih luas,
di mana makna kurikulum dihubungkan dengan kehidupan masyarakat, misalnya
melihat prograrn pendidikan di sekolah dengan kebutuhan-kebutuhan hidup peserta
didik di masyarakat ("..... what should the school progrom be tike in that
conmunity). Pengertian kurikulum seperti
ini menurut Nasution membawa makna
kurikulum menjadi sangaat luas, karena kurikulum tidak hanya terbatas pada
kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh anak sepanjang masih terkait dengan
sekolah atau lembaga pendidikan, tetapi kurikulum sudah mencakup aktivitas
kehidupan yang amat luas. Pengertian kurikulum yang amat luas ini membawa makna
kurikulum menjadi "complicated" untuk diimplementasikan oleh sekolah,
oleh karena yang menjadi ukuran kurikulum adalah "aktivitas
kehidupan" manusia.
Persoalannya
sekarang adalah bagaimana mengukur keberhasilan kurikulum dengan aktivitas
kehidupan, sementara aktivitas tersebut tidak lagi terikat dengan lembaga
pendidikan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan manusia yang ada dalam kehidupannya.
Dengan demikian pengertian kurikulum ini dipandang sangat ideal dan menantang
karena pihak manajemen sekolah mengelola kurikulum untuk menjawab kebutuhan
siswa seperti yang diperankan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang berorientasi
bisnis (pendidikan bisnis). Kurikulum sekolah-sekolah yang seperti ini sangat
inovatif, reformatif dan dinamis sehingga di dalam pengelolaannya amat
menantang dalam mewujudkan SDM berkualitas. Meskipun di lain pihak mereka menghadapi
kesulitan-kesulitan dalam pengukuran-pengukuran mutu input, proses, dan output
(outcome).
Sementara
kurikulum di satu pihak memerlukan pengukuran yang jelas, dilain pihak
diperlukan pula dukungan SDM untuk mengembangkan aktivitas kurikulum, misalnya
mendorong aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa sepanjang siswa
tersebut terkait dengan program-program pendidikan yang diikutinya dari suatu lembaga
pendidikan. Apakah kegiatan dimaksud dilakukan oleh siswa di ruangan kelas, di
halaman atau di luar sekolah. Sebagai contoh, keberhasilan belajar dari seorang
anak sekolah dasar dapat diukur dengan jelas sepanjang anak tersebut masih
terikat dengan program pendidikan yang dikutinya di lembaga pendidikan (SD/Ml).
Demikian pula mengukur hasil kegiatan belajar siswa (kurikulum) Sekolah
Menengah Pertama (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) dengan sendirinya dapat
diukur dengan jelas manakala masih dikaitkan dengan program-program pendidikan yang
dikembangkan oleh lembaga-lembaga Pendidikan tersebut. Kurikulum akan lebih
sulit diukur keberhasilannya jika yang dijadikan ukurannya adalah aktivitas
kehidupan yang terkait dengan program pendidikan di suatu lembaga pendidikan.
Pada satu sisi
memang diakui bahwa indikator dari keberhasilan kurikulum dapat juga dilihat
dari sisi keberhasilan anak melakukan aktivitas dalam kehidupannya, namun setiap
lembaga pendidikan akan mengalami kesulitan untuk mengetahui keberhasilan anak
didik yang sudah menamatkan studinya, karena mereka yang sudah lulus tersebut
bertebaran di mana-mana, dan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan
mereka adalah tidak mudah. Jika keadaannya demikian, sudah pasti ada kesulitan
dalam mengukur keberhasilan kurikulum, karena harus ditunjukkan keberhasilan
tersebut oleh para lulusannya dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Guru membelajarkan
mereka dengan ilmu di sekolah, tetapi dengan ilmu yang diperoleh dari sekolah menjadikan
mereka berfungsi dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun
demikian, secara individu ada baiknya jika masing-masing peserta didik secara
sukarela memberlakukan pengertian kurikulum terhadap diri mereka sendiri, agar
peserta didik menjadi dewasa di dalam kegiatan-kegiatan belajarnya. Dengan memahami
pengertian kurikulum seperti itu maka setiap peserta didik akan berupaya seoptimal
mungkin untuk mencari kegiatan-kegiatan tambahan yang dapat membuat diri mereka
menjadi sukses dalam kehidupannya. Pengertian ini dapat menyadarkan setiap peserta
didik untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang
mengarah kepada pembentukan keterampilan hidup (life skill).
Dengan demikian
kurikulum dengan sendirinya mendorong anak didik untuk belajar aktif, kreatif,
mandiri dan inovatif di dalam rnenjalankan aktivitas belajarnya untuk menjawab
kepentingan hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Sekalipun harus diakui bahwa
untuk membuat anak sukses dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat, bukanlah hal
yang mudah, tetapi justru memerlukan waktu yang relatif lebih lama.
Namun,
dengan pengertian seperti ini, setiap anak akan dapat menanamkan pada dirinya
sendiri prinsif untuk bekerja keras di dalam mencari pengetahuan, nilai, sikap
dan keterampilan yang belum bisa diperolehnya dari sekolah, karena dia
menganggap bahwa pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan tersebut berguna
untuk kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. Dengan konstruksi pemahaman seperti
ini anak akan termotivasi untuk berusaha menjadikan dirinya menjadi
"khoirul boriyoh' dengan landasan iman dan amal saleh.
Demikian
pula lembaga-lembaga pendidikan dipihak lain, melalui program-programnya tentu
perlu menyadari pengertian kurikulum yang amat menantang akan kemajuan, agar
lewat program-program yang ditawarkan kepada siswa di lembaga pendidikan
tersebut diupayakan untuk selalu membantu kesuksesan peserta didik menjalankan
aktivitas-aktivitas yang berguna untuk kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
Referensi :
Hasibuan, Lias. 2010. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada (GP Press)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar