About Me

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

Rabu, Agustus 01, 2012

Pengertian-pengertian Kurikulum


        Dilihat dari sudut terminologi, menurut Nasution dalam Hasibuan (2010 : 6), pengertian kurikulum mencakup ke dalam tiga pengertian. Pengertian pertama disebut dengan pengertian tradisional. Menurut pengertian ini kurikulum didefenisikan sebagai "sejumlah mata pelajaran atau bahan ajar yang harus dikuasai oieh murid atau diajarkan oleh guru untuk mencapai suatu tingkatan atau iiazah". lnti pengertian ini menunjukkan bahwa kurikulum adalah mata pelajaran. Yang dimaksud dengan mata pelajaran di sini adalah pengetahuan yang sudah disistemetisasikan dalam bentuk ilmu pengetahuan yang dipelajari atau dibelajarkan kepada siswa oleh guru.
            Nasution beranggapan bahwa pemaknaan pendidikan dalam pengertian ini adalah sempit, karena ruang lingkup kurikulum yang sangat terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di ruang kelas (intra kurikuler). Pengertian kurikulum yang membatasi kegiatan kurikulum hanya di ruangan kelas, jika dilihat dari sisi pendidikan moderen sudah tidak memadai lagi untuk dilaksanakan, mengingat situasi zaman yang sudah berubah yang menuntut penguasaan terhadap permasalahan kehidupan yang semakin kompleks.
            Jika pada zaman dahulu, pengertian tradisional cenderung membatasi aktivitas kurikulum terbatas pada kegiatan di ruangan kelas dapat dimaklumi, karena kegiatan yang dilaksanakan di ruangan kelas masih sejalan dengan setting kebutuhan masyarakat tradisional yang masih sederhana. Karena itu program pembelajaran masih dinilai memadai untuk memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhan individu atau masyarakat yang ada pada masa itu.
            Lain halnya untuk masa sekarang dimana pemaknaan kurikulum tradisional sudah dinilai sangat sempit, sehingga tidak memadai lagi untuk diperhatikan. Karena itu pakar-pakar kurikulum mengkritisi pengertian kurikulum tradisional, dan menyesuaikan pengertian tersebut sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan masyarakat. Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pengertian kurikulum tradisional, maka pakar-pakar pendidikan memunculkan pengertian kurikulum moderen.
            Menurut pandangan moderen, kurikulum diartikan sebagai "segala upaya sekolah untuk merangsang anak belajar apakah di ruangan kelas, di halaman dan di luar sekolah". Pengertian seperti ini antara lain dapat dilihat dari pengertian Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty  yang menyebutkan; "All of the octivities that are provided for students by the school ..." (semua aktivitas yang disediakan untuk siswa oleh sekolah...).
            Demikian juga definisi kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler sebagai dikutip oleh Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner (Hasibuan, 2010 : 7) yang berbunyi; "All of the learning of students which is planned by and directed by the school to attain its educationol goals". Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum diartikan sebagai semua kegiatan pembelajaran siswa yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
            Pengertian-pengertian kurikulum moderen sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh  Nasution  menuniukkan bahwa makna kurikulum tersebut tidak lagi hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan formal seperti yang dilakukan di ruangan kelas, tetapi makna kurikulum sudah meluas mencakup kegiatan-kegiatan belajar yang terjadi di halaman dan di luar sekolah. Artinya,  makna kurikulum mencakup keseluruhan kegiatan belajar peserta didik yang direncanakan oleh sekolah sepanjang anak didik tersebut masih terikat dengan lembaga pendidikan yang diikutinya. Hal ini berarti bahwa apa saja kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh seorang anak apakah itu di sekolah, di halaman atau di luar sekolah semuanya disebut kurikulum, sepanjang kegiatan itu masih mempunyai hubungan dengan kegiatan pendidikan yang dikembangkan di sekolah.
            Berdasarkan pengertian yang demikian, maka yang sering menjadi problem adalah bagaimana sekolah mampu membuat dan mengembangkan perencanaan pembelajaran yang mampu merangsang berkembangnya kegiatan-kegiatan belajar dari para peserta didik, di sekolah dan di luar sekolah. Perencanaan seharusnya bertolak dari data (konkrit) yang dapat memberi jaminan untuk meraih hari esok atau masa depan yang lebih baik. Karena itu kurikulum sebagai rencana juga harus berangkat dari sesuatu yang "real" menuju sesuatu yang abstrak yaitu pencapaian tujuan pendidikan.
            Pengertian-pengertian seperti di atas pada akhirnya menempatkan kurikulum sebagai "sesuatu" yang sangat dominan dan penting dalam kegiatan sekolah, karena kurikulum sebagai "rencana sekolah" dalam arti luas berarti mencakup makna manajemen,  mekipun dalam arti biasa dibatasi pada makna "what to teach" apapun kegiatan sekolah. Segala-galanya harus direncanakan dan diciptakan untuk kepentingan kemajuan sekolah dan peserta didik.
            Oleh karena itu, salah satu implikasi dari dianutnya makna kurikulum moderen oleh sekolah dan peserta didik , agar pihak-pihak tertentu yang menentukan prograrn sekolah dapat menempatkan kurikulum sebagai "kunci" di dalam pengembangan manajemen dan perencanaan sekolah. Hal ini perlu ditegaskan karena pada dasarnya, inti kegiatan pendidikan terJetak pada kurikulum. Oleh karena itu tidak heran jika banyak pihak yang sangat berharap kepada kurikulum, sehingga mereka berpandangan jika terjadi kegagalan dalam pendidikan maka yang mereka jadikan sebagai "kambing hitam" adalah kurikulum. Sementara kegagalan-kegagalan tersebut belum secara pasti menunjukkan kekurangan pada kurikulum. Bisa jadi kurikulum sesunguhnya sudah baik atau benar (dilihat dari ilmu dan teori-teori kurikulum), namun yang menjadi penyebab kegagalan justru terjadi di luar kurikulum. Dikatakan demikian karena kurikulum itu sesungguhnya adalah dokumen (benda mati), bukan benda bernyawa yang mampu menggerakkan dirinya sendlri. Oleh sebab itu yang menentukan keberhasilannya adalah bergantung kepada motornya sendiri yaitu sumber daya manusia; apakah itu pemerintah, kepala sekolah, guru, siswa, maupun orang tua dan masyarakat.
            Pengertian kurikulum moderen oleh Alice Miel sebagaimana dikutip oleh Nasution, mernpertegas makna kurikulum rnencakup keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, kecakapan, dan sikap orang-orang yang meladeni dan diladeni di sekolah mulai dari anak didik, masyarakat, para pendidik, juru tulis, pegawai dan pimpinan sekolah, sampai kepada pelayan sekolah seperti tukang sapu atau penjaga sekolah. Semua unsur ini dinilai memberikan pengaruh kepada minat siswa untuk belajar di sekolah. Pengertian ini semakin menunjukkan makna penting  kurikulum untuk diimplementasikan melalui manajemen dan perencanaan pendidikan di setiap lembaga pendidikan. Bahkan, kurikulum perlu dijadikan sebagai "standar” dalam menentukan perencanaan pendidikan seperti apa yang hendak dilaksanakan. Hal ini untuk menghindari "pemborosan" dalam pengembangan pendidikan, karena sesuatu yang dihasilkan dari perencanaan, kenyataannya belum pasti memberikan pengaruh positif terhadap minat siswa untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran. Padahal inti dari semua kegiatan pendidikan itu adalah kegiatan belaiar (kurikulum) yang dilakukan oleh peserta didik.
            Selain dari pengertian-pengertian di atas, ada lagi pengertian kurikulum yang lebih luas, di mana makna kurikulum dihubungkan dengan kehidupan masyarakat, misalnya melihat prograrn pendidikan di sekolah dengan kebutuhan-kebutuhan hidup peserta didik di masyarakat ("..... what should the school progrom be tike in that conmunity).  Pengertian kurikulum seperti ini menurut Nasution  membawa makna kurikulum menjadi sangaat luas, karena kurikulum tidak hanya terbatas pada kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh anak sepanjang masih terkait dengan sekolah atau lembaga pendidikan, tetapi kurikulum sudah mencakup aktivitas kehidupan yang amat luas. Pengertian kurikulum yang amat luas ini membawa makna kurikulum menjadi "complicated" untuk diimplementasikan oleh sekolah, oleh karena yang menjadi ukuran kurikulum adalah "aktivitas kehidupan" manusia.
            Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengukur keberhasilan kurikulum dengan aktivitas kehidupan, sementara aktivitas tersebut tidak lagi terikat dengan lembaga pendidikan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan manusia yang ada dalam kehidupannya. Dengan demikian pengertian kurikulum ini dipandang sangat ideal dan menantang karena pihak manajemen sekolah mengelola kurikulum untuk menjawab kebutuhan siswa seperti yang diperankan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang berorientasi bisnis (pendidikan bisnis). Kurikulum sekolah-sekolah yang seperti ini sangat inovatif, reformatif dan dinamis sehingga di dalam pengelolaannya amat menantang dalam mewujudkan SDM berkualitas. Meskipun di lain pihak mereka menghadapi kesulitan-kesulitan dalam pengukuran-pengukuran mutu input, proses, dan output (outcome).
            Sementara kurikulum di satu pihak memerlukan pengukuran yang jelas, dilain pihak diperlukan pula dukungan SDM untuk mengembangkan aktivitas kurikulum, misalnya mendorong aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa sepanjang siswa tersebut terkait dengan program-program pendidikan yang diikutinya dari suatu lembaga pendidikan. Apakah kegiatan dimaksud dilakukan oleh siswa di ruangan kelas, di halaman atau di luar sekolah. Sebagai contoh, keberhasilan belajar dari seorang anak sekolah dasar dapat diukur dengan jelas sepanjang anak tersebut masih terikat dengan program pendidikan yang dikutinya di lembaga pendidikan (SD/Ml). Demikian pula mengukur hasil kegiatan belajar siswa (kurikulum) Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) dengan sendirinya dapat diukur dengan jelas manakala masih dikaitkan dengan program-program pendidikan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga Pendidikan tersebut. Kurikulum akan lebih sulit diukur keberhasilannya jika yang dijadikan ukurannya adalah aktivitas kehidupan yang terkait dengan program pendidikan di suatu lembaga pendidikan.
            Pada satu sisi memang diakui bahwa indikator dari keberhasilan kurikulum dapat juga dilihat dari sisi keberhasilan anak melakukan aktivitas dalam kehidupannya, namun setiap lembaga pendidikan akan mengalami kesulitan untuk mengetahui keberhasilan anak didik yang sudah menamatkan studinya, karena mereka yang sudah lulus tersebut bertebaran di mana-mana, dan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan mereka adalah tidak mudah. Jika keadaannya demikian, sudah pasti ada kesulitan dalam mengukur keberhasilan kurikulum, karena harus ditunjukkan keberhasilan tersebut oleh para lulusannya dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Guru membelajarkan mereka dengan ilmu di sekolah, tetapi dengan ilmu yang diperoleh dari sekolah menjadikan mereka berfungsi dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
            Meskipun demikian, secara individu ada baiknya jika masing-masing peserta didik secara sukarela memberlakukan pengertian kurikulum terhadap diri mereka sendiri, agar peserta didik menjadi dewasa di dalam kegiatan-kegiatan belajarnya. Dengan memahami pengertian kurikulum seperti itu maka setiap peserta didik akan berupaya seoptimal mungkin untuk mencari kegiatan-kegiatan tambahan yang dapat membuat diri mereka menjadi sukses dalam kehidupannya. Pengertian ini dapat menyadarkan setiap peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang mengarah kepada pembentukan keterampilan hidup (life skill).
            Dengan demikian kurikulum dengan sendirinya mendorong anak didik untuk belajar aktif, kreatif, mandiri dan inovatif di dalam rnenjalankan aktivitas belajarnya untuk menjawab kepentingan hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Sekalipun harus diakui bahwa untuk membuat anak sukses dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat, bukanlah hal yang mudah, tetapi justru memerlukan waktu yang relatif lebih lama.
            Namun, dengan pengertian seperti ini, setiap anak akan dapat menanamkan pada dirinya sendiri prinsif untuk bekerja keras di dalam mencari pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan yang belum bisa diperolehnya dari sekolah, karena dia menganggap bahwa pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan tersebut berguna untuk kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. Dengan konstruksi pemahaman seperti ini anak akan termotivasi untuk berusaha menjadikan dirinya menjadi "khoirul boriyoh' dengan landasan iman dan amal saleh.
            Demikian pula lembaga-lembaga pendidikan dipihak lain, melalui program-programnya tentu perlu menyadari pengertian kurikulum yang amat menantang akan kemajuan, agar lewat program-program yang ditawarkan kepada siswa di lembaga pendidikan tersebut diupayakan untuk selalu membantu kesuksesan peserta didik menjalankan aktivitas-aktivitas yang berguna untuk kehidupan di tengah-tengah masyarakat. 

Referensi :
Hasibuan, Lias. 2010. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada (GP Press)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar